Kesan Mahasiswa :

11 Januari 2009 at 2:56 pm Tinggalkan komentar

Mantan Mahasiswa IAIN (Jajang Jahroni) :

Siapa Yang Membuat GBHN?
Suatu pagi di bulan April, beberapa tahun yang lalu, kami calon peserta KKN memasuki auditorium.
Hari itu kami akan menerima pembekalan dari beberapa pejabat IAIN. Kami mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Suasana riuh rendah. Maklum, sebentar lagi KKN, lalu skripsi, lalu wisuda, lalu sarjana, lalu menikah, lalu ehe ehe….

Saya dapat merasakan suasana batin para peserta. Semua tampak bersuka cita, setelah sekian tahun pontang-panting kuliah. Akhirnya perjuangan semakin dekat. Beberapa peserta tampak saling bicara. Ada yang tertawa, ada pula yang bercanda. Pokoknya, tahu sendirilah anak IAIN.

Setelah Pak Ahmad Syadzali, rektor saat itu, memberi penjelasan singkat tentang KKN dan hubungannya dengan tri darma perguruan tinggi, naiklah ke podium purek bidang kemahasiswaan, Pak Hadjid Harnawidagda.

Pak Hadjid berbicara panjang lebar dan, hmm.., membosankan. Ia tidak merasakan suasana batin kami. Peserta sudah tidak sabaran. Suasana gaduh. Semakin sering terdengar cekakak-cekikik, ketawa-ketiwi. Pak Hadjid merasa terganggu namun terus bicara.

Pada saat itu seorang mahasiswa yang duduk di barisan paling depan tengah asyik bercanda seorang mahasiswi. Ia tidak menyadari bahwa di podium sana sang purek memperhatikannya, sambil terus berbicara. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, saya melihat si mahasiswi kesal. Ia membalas. Si mahasiswa menghindar. Ia bangkit berdiri dan beberapa meter berlari. Namun si mahasiswi berhasil menarik bajunya.

Pak Hadjid menghentikan pembicaraannya.

”Coba, kamu maju ke depan,” sambil menunjuk si mahasiswa. Suasana berubah hening. Si mahasiswa tampak terkejut. Ia membetulkan bajunya dan gontai maju ke depan, ke samping podium dan menghadap peserta. Ia memasang muka ”innocent” dan mengharap ”mercy”.

Pak Hadjid mengontrol emosinya, sambil memandangi sang mahasiswa yang tampak tak berdaya.

”Kamu mendengarkan apa yang saya bicarakan?”

”Ya, pak.”

”Kalau begitu, jawab pertanyaan saya.”

Suasana semakin hening. Saya menduga-duga pertanyaan yang akan ditanyakan Pak Hadjid.

”Siapa yang membuat GBHN?”

Wow, pertanyaannya kok seperti ini. Bukankah Pak Hadjid membicarakan masalah lain.

Tampak kepiawaian Pak Hadjid mendramatisir suasana. Ia mengulangi lagi pertanyaannya.

”Siapa yang membuat GBHN?”

Telunjuknya diketuk-ketukannya ke meja podium, menimbulkan bunyi tuk tuk tuk yang terdengar keras lewat pengeras suara. Dipandanginya si mahasiswa yang tampak tidak berdaya.

Si mahasiswa, yang ternyata bernama Erwin, anak Fakultas Syari’ah, asli Palembang, menyambut mik yang diberikan panitia. Saya menyaksikan suasana itu dengan hati mencekam. Jangan-jangan ia tidak bisa menjawab. Kalau tidak bisa, keterlaluan sekali ia. Kan calon sarjana. Masak kayak gitu nggak tahu. Ya MPR tentu saja.

”Yang membuat GBHN adalah bangsa Indonesia itu sendiri.”

Mendengar jawaban Erwin, suasana yang mencekam berubah menjadi tawa yang membahana. Semua tertawa, termasuk Pak Hadjid. Saya menikmati betul suasana itu. Jawaban yang cerdas dan spontan. Cerdas, karena Pak Hadjid seharusnya tidak mengajukan pertanyaan itu. Siapa pun tidak bisa mengatakan jawaban itu salah. Bukankah MPR juga bangsa Indonesia! Spontan, karena diucapkan tanpa pikir panjang.

Mendengar jawaban itu Pak Hadjid langsung mengucapkan salam.

Entry filed under: Uncategorized.

Childhood memories of war and independence(The Jakarta Post: August 15, 2005 )

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Statistik

  • 1.130 hits